meteorku

Jumat, 14 Februari 2014

MOCH CHOIRUL HIDAYAT

 

Macam-Macam Lembaga di NU (perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama')

==========
Lembaga
========== 
 
Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan bidang tertentu.
1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah.

2. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif  NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran formal.

3. Rabithah Ma'ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.

4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.

5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.

6. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial dan kependudukan.

7. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di  bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.

8. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.

9. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.

10. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama disingkat LAZISNU, bertugas  menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya.

11. Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta  harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.

12. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas membahas masalah-masalah maudlu'iyah (tematik) dan waqi'iyah (aktual) yang akan menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

13. Lembaga Ta'mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.

14. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.

sumber:http://www.nu.or.id/a,public-m,static-s,detail-lang,id-ids,1-id,14-t,lembaga-.phpx

Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama NU, Latar Belakang, Tujuan, Tokoh, Pergerakan Nasional 

Artikel dan Makalah tentang Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama NU, Latar Belakang, Tujuan, Tokoh, Pergerakan Nasional - Pusat penyebaran agama Islam di kota maupun di desa dikenal dengan nama pesantren. Tamatan pesantren diharapakan dapat mendirikan pesantren di tempat lainnya. Pada umumnya pesantren yang berpusat di pedesaan menjadi pusat pengajaran agama Islam yang sudah tua sekali, sedangkan pusat pengembangan Islam di kota biasanya datang kemudian dan menjadi pusat pembaruan Islam. Dapat dikatakan bahwa pusat agama Islam dan pengikutnya di pedesaan adalah para ulama dan santri tradisionalis dan mereka yang tinggal di kota adalah pengikut modernis. Jadi, wadah gerakan Islam tradisionalis sebenarnya sudah ada sejak lama.

Makin meluasnya gerakan Islam baru di kota-kota seperti yang dilakukan oleh Sarekat Islam dan Muhammadiyah, berarti mengurangi ruang gerak umat Islam di pedesaan. Untuk menampung dan memberikan wadah di pedesaan perlu dibentuk organisasi yang secara resmi mengikat anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, pada tahun 1926 di Hejaz, Arab Saudi, diselenggarakan Kongres Islam sedunia. Untuk menghadiri kongres itu masing-masing lembaga mengirim delegasinya hingga terbentuk delegasi Hejaz. Para ulama terkemuka terus membahas pemberian nama lembaga itu dan akhirnya Jam’iyatul Nahdlatul Ulama pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Delegasi Komite Hejaz mewakili NU. Delegasi itu sudah sah karena dikirim oleh sebuah organisasi Islam.
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) adalah organisasi sosial keagamaan atau Jamiyyah Diniyah Islamiyah yang didirikan oleh para ulama, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Abdullah Wahab Hasbullah, K.H. Bisri Syamsuri, K.H. Mas Alwi, dan K.H. Ridwan. Mereka pemegang teguh pada salah satu dari empat mahzab, berhaluan Ahlussunnah waljama’ah. Tujuannya tidak saja mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam, tetapi juga memperhatikan masalah sosial, ekonomi, dan sebagainya dalam rangka pengabdian kepada umat manusia.
Pada dasarnya Nahdlatul Ulama tidak mencampuri urusan politik dan dalam kongresnya pada bulan oktober 1928 di Surabaya diambil keputusan untuk menentang reformasi kaum modernis dan perubahan yang dilakukan wabahi di hejaz. Kaum Islam reformis dalam beberapa hal bersikap seperti kaum nasionalis yang tidak mengaitkan agama, misalnya dalam masalah perkawinan, keluarga, kedudukan wanita, dan sebagainya. Pusat-pusat NU ada di Surabaya, Kediri, Bojonegoro, Bondowoso, dan Kudus. Pada tahun 1935 NU sudah memilki 68 cabang dengan anggotanya 6.700 orang.
Di dalam Kongres NU di Menes (Banten) tahun 1938, jelas NU berusaha meluaskan pengaruhnya di seluruh Jawa. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya diputuskan berdirinya bagian wanita, Nahdlatul Ulama Muslimat dan bagian Pemuda Anshor (sudah dibentuk beberapa tahun sebelumnya). Pemuda Anshor didirikan berdasarkan pan Islamisme. Oleh karena itu, Anshor berhaluan Internasional.
Anda sekarang sudah mengetahui Nahdlatul Ulama. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Sumber : http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/03/sejarah-berdirinya-nahdlatul-ulama-nu-latar-belakang-tujuan-tokoh.html#ixzz2tMyFk24x

Sejarah Berdirinya Naudhatul Ulama (NU)

 

Nahdhatul Ulama (NU) berdiri pada tahun 1926 atas prakarsa sejumlah tokoh ulama tradisional dan usahawan Jawa Timur. Nahdhatul Ulama (NU) adalah sebuah organisasi wadah perjuangan para pemimpin Islam tradisional yang bertujuan untuk membela kedudukan ulama dan otonomi pesantren. Pembentukannya seringkali dijelaskan sebagai reaksi defensif terhadap berbagai aktifitas kelompok reformis, Muhammadiyah dan kelompok modernis moderat.
Saat Nahdhatul Ulama (NU) berdiri pada tahun 1926 di samping mempunyai latar belakang kepentingan doktrin juga berangkat dari keprihatinan keagamaan untuk merespon aktifitas Wahabi yang menguasai rezim Ibnu Sa'ud di Makkah. Lebih menarik lagi bahwa sering kali perilaku ulama NU yang sering kontroversi, selalu mempunyai justifikasi agama.
Hakekat NU adalah organisasi ulama-ulama salaf sehingga dalam kebijakan bergaris NU otoritas ulama yang faham keagamaan menjadi syari’ah memiliki posisi strategi faham keagamaan NU secara sederhana kaum tradisionalis disebut Ahlussunnah Wa al-Jama’ah. Artinya golongan atau orang-orang yang setia untuk mengikuti jejak Rasulullah saw, sebagian yang dipraktekkan bersama sahabatnya. Faham Sunni yang dikembangkan NU bercirikan dengan masih tetap mempersatukan tradisi pemikiran ulama salaf.
Dalam catatan sejarah, Nahdhatul Ulama bermula saat kegiatan reformasi mulai berkembang luas, para ulama belum begitu terorganisir. Namun mereka sudah saling mempunyai hubungan yang sangat kuat. Perayaan pesta seperti haul, ulang tahun kematian seorang kiai secara berkala mengumpulkan masyarakat sekitar pun para bekas murid pesantren mereka yang kini tersebar di seluruh dunia.
Pada awal abad XX, dalam kurun waktu 10 tahun seorang yang sangat dinamis yang pernah belajar di Makkah, yakni KH. Abdul Wahab Hasbullah, mengorganisir Islam tradisionalis dengan dukungan seorang kiai Jombang dari Jawa Timur yang sangat disegani, yakni KH. Hasyim Asy’ari.
Perbedaan antara kaum tradisionalis dengan kaum reformis menjadi seru pada tahun 20-an. Dalam diskusi, KH. Wahab berhadapan dengan A Soorkati seorang guru agama dari Sudan, Afrika Timur, pendiri gerakan Reformasi al-Irsyad, demikian juga dengan A. Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Akan tetapi KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab tidak menutup diri terhadap sasaran pembaharuan dan menyetujui gagasan pentingnya modernisasi sistem pendidikan, walaupun tetap menolak meninggalkan madzhab.
Kehebohan yang secara langsung mengenai kaum tradisionalis terjadi pada tahun 1922. KH. Mas Mansyur, salah satu seorang guru Madrasah Nahdlatul Wathan, mengajukan pengunduran dirinya untuk membangun dan memimpin gerakan reformis Muhammadiyah, tetapi kaum tua tetap berjuang. Pada tahun yang sama mereka meningkatkan kegiatan kemasjidan dengan membentuk suatu badan untuk mengurusi masalah-masalah masjid.
Dua tahun kemudian diadakan kursus agama untuk orang dewasa di mana bisa berguru dan ulama muda diberi pengarahan tiga kali seminggu di Madrasah Nahdlatul Wathan. Orang-orang itu kemudian membantuk semacam organisasi yang diberi nama Syubbanul Wathan, Pemuda Patriot, untuk membahas masalah hukum agama, program dakwah, peningkatan pengetahuan bagi para anggota dan sebagainya.
Pada tahun 1926 bulan Januari, sebelum kongres al-Islam di Bandung, suatu rapat antar organisasi-organisasi pembaru di Cianjur memutuskan untuk mengirim utusan yang terdiri dari dua orang pembaharu Mekkah. Satu bulan kemudian konggres Islam tidak menyambut baik gagasan KH. Wahab yang menyarankan agar usul kaum tradisionalis mengenai praktek keagamaan dibawa oleh delegasi Indonesia. Penolakan yang masuk akal itu karena sebagian kaum reformis menyambut baik pembersihan dalam kebiasaan ibadah agama di Arab Saudi telah menyebabkan kaum tradisionalis menjadi terpojok dan terpaksa memperjuangkan kepentingan mereka dengan cara mereka sendiri, dengan membentuk sebuah komite untuk mewakili mereka di hadapan raja Ibn Sa’ud. Untuk memudahkan tugas ini, pada tanggal 13 Januari 1926 diputuskan untuk membentuk suatu organisasi yang mewakili Islam tradisionalis yaitu, Nahdhatul Ulama (NU).
Muktamar I Nahdhatul Ulama (NU) baru diadakan bulan Oktober tahun tersebut dan pengiriman delegasi tradisionalis ke Mekkah dilaksanakan dua tahun kemudian. Mandat yang dibawa oleh delegasi untuk diserahkan kepada raja baru itu berisi permintaan mengenai kemerdekaan bermadzhab. Akhirnya permohonan tersebut dikabulkan oleh raja dalam surat balasannya.
Pada muktamar tahun 1928, Nahdhatul Ulama (NU) menetapkan anggaran dasarnya untuk mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah Belanda, pengakuan yang akhirnya diterima tanggal 6 Februari. NU kemudian menetapkan tujuannya untuk mempromosikan panutan yang ketat pada keempat madzhab dan mengerjakan apa saja yang menjadi kemaslahatan agama Islam.
Nahdhatul Ulama (NU) menetapkan dirinya menjadi pengawas tradisi dengan mempertahankan ajaran keempat madzhab, meskipun pada kenyataannya madzhab Syafi’iah yang dianut oleh kebanyakan umat Islam.

Penutup

Sekian apa yang kami bisa sampaikan, mudah-mudahan bisa bermanfaat. Baca juga makalah terkait